Kamis, Juli 25, 2013

Teluk Kiluan, Surganya traveler & angler


Teluk Kiluan Lampung dikenal para traveler karena keindahanya dan sebagai tempat migrasi lumba-lumba jenis mulut botol. Hampir tiap hari dapat dijumpai lumba-lumba jenis ini berseliweran dan bergerombol. Akan tetapi kami para pemancing dari Archipelago Fishing Community punya cara tersendiri dalam mengeksplorasi apa itu keindahan. Bagi kami pergi ke spot mancing bersama teman-teman dan mendapatkan ikan buruan yang ditargetkan sudah bisa dibikatakan sukses mengexplorasi suatu spot mancing. Apalagi untuk tujuan kali ini kami akan mendapatkan dua sekaligus. Traveling dan fishing ! 


Teluk Kiluan atau banyak orang hanya menyebut Kiluan yang terletak di Pekon Desa Kiluan Negeri, Kecamatan Kelumbayan, Kab Tanggamus, Lampung Selatan, Sumatera Indonesia. Lokasinya yang dekat dengan Jakarta memudahkan akses menuju provinsi di ujung Pulau Sumatera tersebut.  Beberapa titik jalur yang kita lewati cukup ekstrem. Maka kami memutuskan menitipkan mobil kami di Bandar lampung berganti dengan mobil sewaan yang sudah terbiasa mengantar tamu ke teluk kiluan.

Berdelapan dari Jakarta, Pondok Pak Solihin yang kami tuju. Sebuah pondok sederhana yang terletak di bibir teluk dengan air yang jernih dan tenang bisa disewa dengan harga 400 ribu per hari. Sore itu kami memutuskan hanya memancing dari dermaga yang terletak persis di depan pondok kami. Malamnya total digunakan untuk istirahat agar besok pagi fresh dan siap untuk mancing ke tengah laut. Kekaguman pertama kami sebagai pemancing adalah bahwa kita bisa memancing cumi-cumi dari dermaga. Ini menandakan kondisi air masih sangat terjaga dari polusi.

Memancing dari teluk kiluan tak harus membawa perbekalan sebanyak memancing ketempat lain. Karena spot yang dituju tak jauh dari teluk kita bisa balik dengan cepat untuk makan siang dan malam disediakan oleh pengelola pondok. Menu disesuaikan dengan permintaan tamu. tapi umumnya traveling daerah pantai, kurang pas kalau bukan menu seafood. Pagi itu 4 perahu jukung siap mengantar kami menuju spot. Perahu jukung adalah perahu kecil dengan penyeimbang di kedua sisinya. Biasanya perahu ini digunakan mengantar tamu yang ingin melihat atraksi lumba-lumba di habitatnya.


Empat kapal pun berpencar. Saya tak tahu kisah mereka di perahu masing-masing sampai saat makan malam tiba. Kebetulan saya sedang beruntung. Dua ekor ikan lemadang, seekor ikan tengiri besar, dan beberapa ikan kerapu berhasil kami pancing siang itu.itulah yang jadi menu makan malam kami. Sebagian ikan dibakar, sebagian lagi digulai. yang tak kalah istimewa adalah menu tumis kangkung dan sambal hitamnya. Kami menyebutnya "sambal aspal" Pada saat makan malam itulah baru tahu bahwa team lain tak ada yang mendapat ikan seekorpun. Itulah memancing cara dan umpan boleh sama, tapi keberuntunganlah yang menentukan siapa yang berhasil menangkap ikan. Suasana seperti inilah yang dirindukan para pemancing. Makan ikan hasil pancingan sendiri di tempat seeksotis teluk kiluan.


Kami memutuskan menginap semalam lagi setelah seharian memancing dilaut lepas, pagi harinya baru balik ke Jakarta. Malam itu hujan sangat lebat disertai petir. beberapa jalur yang ekstrem makin bertambah ekstrem. Roda mobil kami slip ditanjakan yang licin. Tetapi syukurlah semua bisa dilewati dengan aman. Ini adalah pengalaman mancing di spot yang sangat meakjubkan. Pemandangan yang indah, menu makanan yang berselera dan teluk jernih dan tenang bernama Teluk Kiluan. "Aku akan kembali lagi kesini", ucapku dalam hati.  

Rabu, Juli 24, 2013

Sebuah Negeri Abadi, bernama Candi Gedong Songo

Saya seorang karyawan yang bekerja di perusahaan konstruksi yang sering bertugas di berbagai propinsi di Indonesia. Awal bulan juni lalu saya ditugaskan perusahaan ke Jawa Tengah tepatnya di kota Semarang. dimanapun saya ditempatkan saya nikmati saja. Hitung-hitung bekerja sekaligus travelling. Kebetulan bertepatan dengan masa liburan sekolah, Riyan dan Sophie dan istriku Rere bersemangat juga aku ajak untuk berlibur di Semarang. Setelah dipilih dari berbeberapa destinasi, tujuan pertama adalah Candi Gedong Songo.

Candi Gedong Songo yang berjarak 45km dari kota Semarang bertarif tiket Rp. 7.500, berada di lereng Gunung Ungaran, tepatnya di dusun Darum, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang dan kompleks candi ini dibangun pada abad ke-9 Masehi. Gedong Songo berasal dari bahasa Jawa, “Gedong” berarti rumah atau bangunan, “Songo” berarti sembilan. Jadi Arti kata Gedongsongo adalah sembilan (kelompok) bangunan. Jarak antara satu candi dan candi lainnya cukup berjauhan dengan jalur mendaki dan menurun. Namun semua akan terbayar semua saat mata dimanjakan oleh pemandangan anggunnya Candi berlatar hijaunya pepohonan dan udara sejuk segar yang masuk rongga dada.  Akan terasa berat bagi yang kurang terbiasa tracking memang. Namun jangan khawatir, pengelola menyediakan tak kurang delapanpuluh ekor kuda untuk para pengunjung dengan tarif 50 dan 80 ribu rupiah untuk pengunjung berbobot dibawah dan diatas 80kg.  Aku dan anak-anak sangat bersemangat kecuali istriku sedikit ragu untuk menunggang kuda. Maklum ini adalah pengalaman pertamanya dan langsung di medan yang cukup menantang. Jangan khawatir tak dapat mengambil gambar saat momen berkuda, karena fotografer dilokasi ini sangat bisa diandalkan. Anda bisa bernegosiasi untuk mendapatkan softcopnya. Tak heran karena keindahannya, lokasi ini sering dijadikan tempat foto-foto pre wedding.

Di tengah perjalanan kita juga bisa menyempatkan mandi air hangat yang berasal dari mata air panas mengandung belerang yang baik untuk terapi kesehatan. Sesekali kabut turun dan sering muncul mengakibatkan pendeknya jarak pandang. Kami sedang beruntung saat itu cuaca sangat cerah. Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Karena terletak diketinggian 1200m dari permukaan air laut maka suhu udara disini cukup dingin. Dari ketinggian Candi Gedong V, kita juga bisa melayangkan pandangan ke seluruh penjuru dan terlihat gugusan pegunungan Sindoro, Sumbing, Merbabu, dan Telomoyo. Pendek kata kita Sejenak seolah merasa terlempar ke masa lalu di sebuah negeri antah berantah di mana semuanya bisu dan sunyi, namun memberi kesan damai yang abadi.